Luka itu tercipta dari airmata yang mengering, yang terjamah banyak pilu. Tiada kata
terlantun dari bibirmu yang hilang bersamaan dengan setiaku dan lelah terasa
begitu menyakitkan saat menunggu. Petikan senyum yang dulu bersua berubah sendu
tak berwarna. Lagi, seperti dulu ku menangis tak bersuara.
Ku nikmati
penantian yang bahkan membawaku pada kenyataan. Kau memilihnya. Pada setiap
sajak yang hanya tertahan dibibir, kau tak tau. Kau lebih memilihnya, dan
setiaku menjadi debu. Hilang bersamaan hujan. Pada saat kau masih disisiku,
tiap bait kusematkan untukmu. Seperti dirimu, aku pun tak mau kesepian. Sendiri bersama bayang yang tercipta oleh puisiku.
Perih selalu
sama rasanya, tak berubah. Kupikir dengan mengikhlaskan semua, aku kan
baik-baik saja. Namun tidak, percayalah. Luka masih menggema bahkan saat kini
kau sedang bersamanya. Kukira dengan mengikuti berjalannya waktu, aku kan
mengerti. Masih tidak, kau pun tau. Waktu selalu membawa kenangan kita dulu,
dan aku tak mampu menyanggah.
Lambat laun
kau semakin tak nampak. Aku berpikir, apa salah ku. Kau menjauh dan memilih
bersamanya. Tanpa sepatah kata, membuat hati tak mau menerimanya. Aku ingin
bersamamu.
Sudah
berkali-kali ku katakan menyerah. Berkali-kali juga aku semakin dibuat rindu,
dan kau tak tau. Hati ini masih memilihmu. Lembayung senja sekalipun
menampakkan bayangmu, dan aku lelah. Setiaku mungkin telah menjadi debu, namun
ia masih menunggu untuk dimiliki. Dan kalau Tuhan mengizinkan ku menunjuk
hambanya untuk memiliki setiaku, tangan ini kan selalu mengarah padamu.
keren..lanjutkan menulis mbak ;)
BalasHapus