Kamis, 07 Desember 2017

Desember Kedua (Part 1)



Setahun berlalu, ketika perasaan itu berubah. Atau lebih tepatnya semakin terarah? Saat aku  mengenalmu di Desember pertama. Kau tau? Aku menuliskan beberapa kalimat, kurang lebih seperti ini, 

“Desemberku, ada seseorang yang ingin kuceritakan padamu tapi tidak sekarang. Mengapa? Karena aku yang belum terlalu mengenalnya, namun aku ingin lebih jauh mengenalnya. Karena aku belum tahu apa saja yang ia sukai, namun kelak aku akan mengetahui. Serta mungkin karena aku yang juga masih ragu...”

Kalimat itu untukmu.

Dan setahun berlalu, ku rasa. Di Desember kedua, mungkin aku lebih mengenalmu dari tahun lalu. Anggap saja begitu. Mungkin kini aku tahu apa saja yang kau sukai. Tetapi, yang kini dapat ku ucapkan adalah kata “Mungkin”. Bukan karena perasaan itu layu apalagi mati yang kurasa sempat terlintas dipikiranmu. Ia masih bernafas diluasnya galaksi, masih ingat bagaimana bertengger pada semesta. Ia masih hangat di lembah-lembah bumi, masih memimpikan siang dengan cahaya.

Di  Desember kedua. Kalau kau anggap perasaan itu tak lagi ku miliki, runtuh bersama bulan-bulan lalu beserta kenangannya. Boleh ku jeruji anggapan itu? Seumur hidup atau biar ku gantung mati. Boleh ku bakar menjadikannya debu? Agar tak berbekas, tak lagi kau pikirkan, tak lagi kau umpat perasaanku.

Di Desember kedua. Apa kau butuh jeda? Katakan, agar aku tak banyak menerka. Ini juga sulit untukku. Bahkan bintang tak selalu ada disetiap malam, terkadang langit kehilangannya. Juga bagaimana daun yang tak selalu setia pada ranting, ada waktunya ia gugur. Tetapi, kau pun tau bintang tak pernah ingkar dengan sinarnya. Seraya daun yang akan kembali tumbuh pada ranting itu.
Karena ini bukan sekedar, kopi yang di diamkan terlalu lama hingga dingin. Lantas apa yang ingin kuceritakan pada Desember kali ini? Tentang kita yang,
Yang saling menyakiti dengan prasangka sendiri.

Continue...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar