KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Allah Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan
Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan dan pengerjaan makalah
ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana dan terbatas. Semoga
makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi keguruan.
Harapan kami semoga
makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,
sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui
masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang dan
terbatas. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Kehadiran manusia tidak terlepas
dari asal usul kehidupan di alam semesta. Manusia hakihatnya adalah makhluk
ciptaan Allah SWT. Pada diri manusia terdapat perpaduan antara sifat ketuhanan
dan sifat kemakhlukan. Dalam pandangan Islam, sebagai makhluk ciptaan Allah SWT
manusia memiliki tugas tertentu dalam menjalankan kehidupannya di dunia ini.
Untuk menjalankan tugasnya manusia dikaruniakan akal dan pikiran oleh Allah
SWT. Akal dan pikiran tersebut yang akan menuntun manusia dalam menjalankan
perannya. Dalam hidup di dunia, manusia diberi tugas kekhalifaan, yaitu tugas
kepemimpinan, wakil Allah di muka bumi, serta pengelolaan dan pemeliharaan
alam. Penciptaan manusia juga tak lepas atas izin dan peran Allah SWT. Yang
menjadikan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna dan sebaik-baik ciptaan
dibandingkan makhluk-makhluk-Nya yang lain agar taat dan bertaqwa kepada Allah
SWT.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas timbul beberapa
masalah, diantaranya:
- Apa
pengertian manusia dalam islam?
- Bagaimana
penciptaan manusia dalam islam?
- Apa
pengertian Basiar, Insan, dan Na’as?
- Bagaimana
Konsep fitrah, Khalifah, dan Amanah?
TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
1. Untuk menjelaskan pengertian dalam
islam.
2. Untuk mengetahui bagaimana
penciptaan manusia dalam islam.
3. Untuk menjelaskan pengertian Basiar,
Insan, dan Na’as
4. Untuk mengetahui bagaimana konsep
Fitrah, Khalifah, dan Amanah
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Manusia Menurut Pandangan Islam
Manusia dalam pandangan kebendaan (materialis)
hanyalah merupakan sekepal tanah di bumi. Manusia dalam pandangan kaum
materialism, tidak lebih dari kumpulan daging, darah, urat, tulang, urat-urat
darah dan alat pencernaan. Akal dan pikiran dianggapnya barang benda, yang
dihasilkan oleh otak. Pandangan ini menimbulkan kesan seolah-olah manusia ini
makhluk yang rendah dan hina, sama dengan hewan yang hidupnya hanya untuk
memenuhi keperluan dan kepuasan semata.
Dalam
pandangan Islam, manusia itu makhluk yang mulia dan terhormat di sisi-Nya, yang
diciptakan Allah dalam bentuk yang amat baik. Manusia diberi akal dan hati,
sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah, berupa Al-Qur’an menurut
sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Allah menciptakan manusia
dalam keadaan sebaik-baiknya (at-Tiin : 95:4). Namun demikian, manusia akan
tetap bermartabat mulia kalau mereka sebagai khalifah (makhluk alternatif) tetap
hidup dengan ajaran Allah (QS. Al-An’am : 165). Karena ilmunya itulah manusia
dilebihkan (bisa dibedakan) dengan makhluk lainnya, dan Allah menciptakan
manusia untuk berkhidmat kepada-Nya, sebagaimana firman Allah dalam surat
Adz-Dzariyat (51) : 56.
“Dan aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. “
.
B.
Penciptaan
Manusia Menurut Al-Qur’an
Al-Qur’an menyatakan proses
penciptaan manusia mempunyai dua tahapan yang berbeda, yaitu: Pertama,
disebut dengan tahapan primordial. Manusia
pertama, Adam a.s. diciptakan dari al-tin
(tanah), al-turob (tanah debu),
min shal (tanah liat), min hamain masnun (tanah lumpur hitam
yang busuk) yang dibentuk Allah dengan seindah-indahnya, kemudian Allah meniupkan
ruh dari-Nya ke dalam diri (manusia) tersebut. Kedua, disebut dengan tahapan biologi.
Penciptaan manusia selanjutnya adalah melalui proses biologi yang dapat
dipahami secara sains-empirik. Di dalam proses ini, manusia diciptakan dari
inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah)
yang tersimpan dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian nuthfah itu dijadikan darah beku (‘alaqah) yang menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut
kemudian dijadikan-Nya segumpal daging (mudghah)
dan kemudian dibalut dengan tulang belulang lalu kepadanya ditiupkan ruh (Q.S,
Al Mu’minuun (23):12-14). Hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim
menyatakan bahwa ruh dihembuskan Allah swt. ke dalam janin setelah ia mengalami
perkembangan 40 hari nuthfah,
40 hari ‘alaqah dan 40 hari mudghah.
Penciptaan manusia dan aspek-aspeknya itu ditegaskan dalam banyak ayat.
Beberapa di antaranya sebagai berikut:
1. Manusia
tidak diciptakan dari mani yang lengkap, tetapi dari sebagian kecilnya (spermazoa).
2. Sel kelamin
laki-lakilah yang menentukan jenis kelamin bayi.
3. Janin
manusia melekat pada rahim sang ibu bagaikan lintah.
4. Manusia
berkembang di tiga kawasan yang gelap di dalam rahim.
1.
Setetes Mani
Sebelum
proses pembuahan terjadi, 250 juta sperma terpancar dari si laki-laki pada satu
waktu dan menuju sel telur yang jumlahnya hanya satu setiap siklusnya.
Sperma-sperma melakukan perjalanan yang sulit di tubuh si ibu sampai menuju sel
telur karena saluran reproduksi wanita yang berbelok2, kadar keasaman yang
tidak sesuai dengan sperma, gerakan ‘menyapu’ dari dalam saluran reproduksi
wanita, dan juga gaya gravitasi yang berlawanan. Sel telur hanya akan
membolehkan masuk satu sperma saja.
Artinya, bahan manusia bukan mani
seluruhnya, melainkan hanya sebagian kecil darinya. Ini dijelaskan dalam
Al-Qur’an (QS Al Qiyamah:36-37) :
“Apakah
manusia mengira akan dibiarkan tak terurus? Bukankah ia hanya setitik mani yang
dipancarkan?”
2.
Segumpal Darah Yang Melekat di Rahim
Setelah
lewat 40 hari, dari air mani tersebut, Allah menjadikannya segumpal darah yang
disebut ‘alaqah, ayat Al-Qur’an (al ‘Alaq/96:2) :
"Dia
telah menciptakan manusia dengan segumpal darah".
Ketika sperma dari laki-laki
bergabung dengan sel telur wanita, terbentuk sebuah sel tunggal yang dikenal
sebagai “zigot” , zigot ini akan segera berkembang biak dengan membelah diri
hingga akhirnya menjadi “segumpal daging”. Tentu saja hal ini hanya dapat
dilihat oleh manusia dengan bantuan mikroskop.
Tapi, zigot tersebut tidak
melewatkan tahap pertumbuhannya begitu saja. Ia melekat pada dinding rahim
seperti akar yang kokoh menancap di bumi dengan carangnya. Melalui hubungan
semacam ini, zigot mampu mendapatkan zat-zat penting dari tubuh sang ibu bagi
pertumbuhannya. Pada bagian ini, satu keajaiban penting dari Al Qur’an
terungkap. Saat merujuk pada zigot yang sedang tumbuh dalam rahim ibu, Allah
menggunakan kata “alaq” dalam Al Qur’an. Arti kata “alaq” dalam bahasa Arab
adalah “sesuatu yang menempel pada suatu tempat”. Kata ini secara harfiah
digunakan untuk menggambarkan lintah yang menempel pada tubuh untuk menghisap
darah.
3.
Pembungkusan Tulang oleh
Otot
Disebutkan dalam ayat-ayat Al Qur’an
bahwa dalam rahim ibu, mulanya tulang-tulang terbentuk, dan selanjutnya
terbentuklah otot yang membungkus tulang-tulang ini, ayat Al-Qur’an (QS Al
Mu’minun:14) :
“Kemudian
air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu
tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling
Baik”
Para ahli embriologi beranggapan
bahwa tulang dan otot dalam embrio terbentuk secara bersamaan. Karenanya, sejak
lama banyak orang yang menyatakan bahwa ayat ini bertentangan dengan ilmu
pengetahuan. Namun, penelitian canggih dengan mikroskop yang dilakukan dengan
menggunakan perkembangan teknologi baru telah mengungkap bahwa pernyataan
Al-Qur’an adalah benar kata demi katanya.
Penelitian di tingkat mikroskopis
ini menunjukkan bahwa perkembangan dalam rahim ibu terjadi dengan cara persis
seperti yang digambarkan dalam ayat tersebut. Pertama, jaringan tulang rawan
embrio mulai mengeras. Kemudian sel-sel otot yang terpilih dari jaringan di
sekitar tulang-tulang bergabung dan membungkus tulang-tulang ini.
4.
Saripati Tanah dalam
Campuran Air Mani
Cairan yang
disebut mani tidak mengandung sperma saja. Ketika mani disinggung di Al-Qur’an,
fakta yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern, juga menunjukkan bahwa mani
itu ditetapkan sebagai cairan campuran, ayat Al-Qur’an (QS. As-Sajdah 32 :7-8).
“Yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan
yang memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian Dia menjadikan
keturunannya dari sari pati yang hina (air mani)”
C.
Manusia dari Perspektif
Al-Qur’an dan Al Hadist serta Iptek
Menurut
Raghib Al Asfahani seorang pakar bahasa Al-Qur’an, sebagaimana dikutip Quraish
Shihab memandang kata taqwim pada ayat ini sebagai isyarat tentang keistimewaan
manusia dibandingkan binatang, yaitu akal, pemahaman dan bentuk fisiknya yang
tegak lurus. Jadi, kalimat ahsanu taqwim berarti bentuk fisik dan psikis yang
sebaik-baiknya, yang dapat melaksanakan fungsinya sebaik mungkin. Allah berbuat
demikian karena Allah ingin menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi. Oleh
karenanya Allah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk, sehingga tidak
ada satu makhlukpun yang lebih tinggi derajatnya dari manusia.
Selayaknya
ilmu perakitan komputer, maka Allah telah merakit manusia dengan sistem
hardware dan software, lengkap, berkualitas tinggi dan multifungsi. Kesemua
perangkat ini bekerja secara sinergis dan dinamis agar manusia bisa menjalankan
fungsinya sebagai khalifah Allah di bumi.
Manusia
diciptakan Allah sebagai makhluk berpribadi, sebagai makhluk yang hidup
bersama-sama dengan orang lain, sebagai makhluk yang hidup di tengah-tengah
alam dan sebagai makhluk yang diciptakan dan diasuh oleh Allah. Manusia sebagai
makhluk berpribadi, mempunyai fungsi terhadap diri pribadinya. Manusia sebagai
anggota masyarakat mempunyai fungsi terhadap masyarakat. Manusia sebagai
makhluk yang hidup di tengah-tengah alam, berfungsi terhadap alam. Manusia
sebagai makhluk yang diciptakan dan diasuh, berfungsi terhadap yang menciptakan
dan yang mengasuhnya. Selain itu manusia sebagai makhluk pribadi terdiri dari
kesatuan tiga unsur yaitu : unsur perasaan, unsur akal, dan unsur jasmani.
Al-Qur'an menggambarkan manusia sebagai makhluk pilihan Tuhan, sebagai
khalifah-Nya di muka bumi, serta sebagai makhluk semi-samawi dan semi duniawi,
yang di dalam dirinya ditanamkan sifat-sifat : mengakui Tuhan, bebas,
terpercaya, rasa tanggungjawab terhadap dirinya maupun alam semesta, serta
karunia keunggulan atas alam semesta, langit dan bumi. Manusia dipusakai dengan
kecenderungan jiwa ke arah kebaikan maupun kejahatan. Kemaujudan mereka dimulai
dari kelemahan dan ketidakmampuan, yang kemudian bergerak ke arah kekuatan.
Tetapi itu tidak akan menghapuskan kegelisahan psikis mereka, kecuali jika
mereka dekat dengan Tuhan dan selalu mengingat-Nya.
D.
Manusia
menurut konsep Basyar, Insan dan Naas
1.
BASYAR
Basyar adalah makhluk yang sekedar ada (being). Dalam hal ini
artinya, manusia adalah makhluk statis, tidak mengalami perubahan, berkaki dua
yang berjalan tegak di muka bumi. Oleh karenanya itu, manusia memiliki definisi
yang sama sepanjang zaman, terlepas dari ruang dan waktunya. Singkatnya, basyar
adalah manusia dalam arti fisis-biologis.
Manusia dilihat sudut fisik tidaklah jauh berbeda dengan hewan. Manusia
bisa makan, minum, tidur, sakit dan mati. Begitu pula hewan. Bahkan, bila
manusia dan hewan dibandingkan dari segi perbuatan nistanya, maka manusia lebih
inferior dari hewan (dalam arti bisa lebih jahat dan kejam)
Kata Basyar juga mengandung arti semangat, gembira, berseri-seri, langsung, kulit, luar.Bentuk lain dari kata ini adalah
mubasysyir atau basyir yang berarti pembawa kabar gembira. Kata al-basyar
disebut dalam al-Qur’an sebanyak 26 kali dalam berbagai konteksnya,sebagaimana
dijelaskan sebagai berikut :
a) Sebagai manusia biasa
yang memerlukan makan, minum,pakaian,tempat, dan diakhiri dengan kematian
seperti terdapat dalam surat: al-Maidah [5]:18, Yusuf[12]:31, al-Anbiya[21]:34,
Ali imran[3]:47, Hud[11}:27, Ibrahim[14]:10-11, al-Nahl[16]:103,
al-Isra[17}:93, Maryam{19}:20, al-Mu’minun[23]:24,33,34,47, sebagai contoh
dalam surat Hud[11]:27
‘’Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir
dari kaumnya: ‘’kami tidak melihat kamu,melainkan(sebagai)seorang manusia
(biasa)seperti kami,dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti
kamu,melainkan orang-orang yang hina di antara kami yang lekas percaya saja,
dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan
kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta’’
b)
Sebagai penerima wahyu dan penyampai agama Allah seperti terdapat dalam
surat : al-kahfi[18]:110, as-Syura[42]:51, Ali Imran[3]:79, al-Syu’ra[26]:154,185,
Yasin[36]:15, Sebagai contoh dalam surat
al-Kahfi[18]:110
‘’Katakanlah sesungguhnya aku ini manusia
biasa seperti kamu,yang diwayuhka: ‘’Bahwa sesungguhnyaTuhan kamu itu adalah
Tuhan yang Esa.” Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya,maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang soleh dan janganlah Ia mempersekutukan
seseorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya’’
c) Dalam konteks
penciptaan manusia dari tanah dan air, seperti terdapat dalam surat Shad
[38]:71, ar-Rum [30]:20, dan al-Furqan[25]:54, sebagai contoh surat
Shad[38]:71, dan al-Furqan[25]:54
“(Ingatlah)ketika Tuhanmu berfirman kepada
malaikat: ‘’Sesungghunya Aku ciptakan manusia dari tanah’’.
‘’Dan dia(pula)yang menciptakan manusia dari air
lalu dia jadikan manusia iitu(punya)keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu
Maha Kuasa”.
Kata Basyar baik laki-laki maupun perempuan, baik satu ataupun
banyak.Al-Qur’an menggunakan kata ini sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan
sekali dalam bentuk mutsanna(dua) untuk menunjukan anusia dari sudut
lahiriyahnya serta persamaannya dengan manusiia seluruhnya. Karena itu Nabi
Muhammad SAW diperintahkan untuk menyampaikan bahwa “Aku adalah
Basyar(manusia)seperti kamu yang diberi wahyu”(QS.al-Kahf[18]:110).Pada konteks
lain banyak ayat-ayat al-Qur’an menggunakan kata ini yang mengisyaratkan bahwa proses
kejadian manusia melalui tahapan-tahapan sehingga mencapai tahapan keswasaan.
Firman Allah QS.ar-Rum[3]:20
“Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya Allah mencciptakan kamu dari tanah ketika kamu
menjadi Basyar kamu bertebaran”
Bertebaran di sini bias diartikan berkembang biak akibat hubungan seks
atau bertebaran mencari rezeki.
Basyar juga diartikan sebagai kedewasaan dalam kehidupan manusia, yang
menjadikannya mampu memikul tanggungjawab. Dan karena itu pula,tugas
kekhalifahan dibebankan kepada Basyar. Manusia dalam pengertian Basyar
tergantung sepenuhnya pada alam, pertumbuhan dan perkembangan fisiknya
tergantung pada apa yang dimakan. Dari pengertian Basyar ini dapat ditarik
kesimpulan bahwa manusia merupakan makhluk yang dibekali Allah dengan potensi
fisik maupun psikis untuk berkembang
2.
INSAN
Insan berarti manusia
dalam arti yang sebenarnya. Insan tidak menunjuk pada manusia biologis. Insan
lebih terkait dengan kualitas luhur kemanusiaan. Ali Shari’ati menyatakan
bahwa,”tidak semua manusia adalah insan, namun mereka mempunyai potensialitas
untuk mencapai tingkatan kemanusiaan yang lebih tinggi”.
Insan adalah makhluk
yang menjadi (becoming). Ia terus-menerus maju menuju ke kesempurnaan Karakter
“menjadi” yang lebih diinginkan
Sebagai contoh, semut
dan serangga lainnya tidak pernah dapat melampaui keadaannya; ia menggali
lubang dengan cara yang sama sebagaimana ia melakukanya 15 juta tahun yang
lampau di Afrika. Tidak usah memandang di mana, kapan dan bagaimana, semut
selalu dalam keadaan yang sama, pasti dan tidak dapat berubah-rubah.
Dalam al-Qur’an dipakai untuk manusia tunggal .Sedangkan untu jamaknya
dipakai kata an-nas,anasi,insiya,unasi.Kata al-insan mengandung arti
tentang gembiran,dan baik.Arti ksts al-insan sebagaimana menurut para ulama
yaitu makhluk yang mampu memikul beban amanat risalah dari Allah Swt dengan
merujuk pada surat al-Ahzab[32]:72 :
“Sesungguhnya
kami telah mengemukakan amanat kepada langit,bumi,dan gunung-gunung. Maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka akan khawatir
mengkhianatinya,dan dipikullah amanat itu oleh manusia.Sesungguhnya manusia itu
amat zalim dan amat bodoh”
3.
NAAS
An-Nas dalam
al-Qur’an disebutkan sebanyak 241 kali dan tersebar dalam 55 surat.[1][7] Dalam
al-Qur’an keterangan yang jelas menunjukkan pada jenis keturunan nabi Adam as.
kata an-Nas menunjuk manusia sebagai makhluk social dan kebanyakan digambarkan
sebagai kelompok manusia tertentu yang sering melakukan mafsadah.[2][8]
Sebelum memasuki pembahasan tentang pensucian jiwa manusia, sebaiknya
kita memahami terlebih dahulu kejadian penciptaan manusia dan tujuannya dalam
kehidupan di dunia ini. Dengan merujuk kepada ayat-ayat Al-Qu’an maka kita akan
mendapatkan penjelasan yang rinci tentang fase-fase penciptaan manusia.
Jadi jiwa manusia terbentuk dari dua unsur yaitu air dan tanah dan
keduanya merupakan unsur yang amat dominan dalam pembentukan jiwa manusia. Pada
fase ini penciptaan manusia berhubungan dengan penciptaannya yang pertama kali
yaitu Adam AS. Adapun yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah
sentuhan terakhir yang Allah anugerahkan berupa ruh yang sempurna, sebagaimana
firman Allah SWT
Peniupan ruh yang sempurna memberikan manusia beberapa keistimewaan
dibanding makhluk lain di dunia ini berupa
1. Fitrah yang baik berupa keimanan
kepada Allah SWT
2. Pengetahuan yang Allah berikan
melalui akal
3. Kebebasan memilih jalan hidupnya
4. Tanggung jawab atas pilihan
tersebut
E.
Manusia
menurut konsep Fitrah
Pengertian fitrah secara lughatan (etimologi) berasal dari kosa kata
bahasa arab yakni fa-tha-ra yang berarti “Kejadian” fitrah itu berasal dari
kata kerja yang berarti Menjadikan. Hubungan Fitrah Dengan Pendidikan
Islam dalam al-Quran.
Manusia dalam pandangan islam adalah Khalifah dimuka bumi dan di beri
hak untuk mengatur alam ini sesuai kapasitasnya. Maka konsep fitrah terhadap
pendidikan islam dimaksudkan ini, bahwa seluruh aspek dalam menunjang seseorang
menjadi manusia secara manusiawi adanya penyesuain secara aktualisasi
fitarahnya. yg diharapkan yakni :
1. Konsep fitrah mempercayai bahwa secara alamiah manusia itu positif
(fitrah), baik secara jasadi, dan ruhani (sepiritual).
2. Mengakui bahwa komponen terpenting manusia adalah Qolbu (Aqidah).
Dari sini kita dapat mengetahui bahwa keimanan kepada Allah merupakan
fitrah pada jiwa manusia, dan fitrah tersebut berawal sejak kita mengambil
perjanjian dengan Allah dalam kandungan. Allah tidaklah melepas manusia dengan
fitrahnya melainkan juga mengutus seorang rasul pada zamannya yang menyerukan
kepada petunjuk yang lurus dan mengarahkan mereka kepada manhaj yang sesuai
dengan fitrah. Hal ini disebabkan karena jiwa tersebut dapat berubah
sewaktu-waktu akibat lingkungan yang sesat, taqlid buta dan juga mengikuti
setan. Ketika fitrah tersebut rusak maka jiwa akan mengikuti hawa nafsu dan
penyelewengan terhadap tujuan awal penciptaan manusia.
F.
Konsep khalifah
Khilafah menurut makna bahasa merupakan mashdar dari fi’il madhi
khalafa, berarti : menggantikan atau menempati tempatnya (Munawwir, 1984:390).
Makna khilafah menurut Ibrahim Anis (1972) adalah orang yang datang setelah
orang lain lalu menggantikan tempatnya (jaa`a ba’dahu fa-shaara makaanahu).
Tugas-tugas khalifah,
yang secara lebih rinci terdiri dari dua tugas berikut :
1.
Tugas khalifah
menerapkan seluruh hukum syariah Islam atas seluruh rakyat. Hal ini nampak
dalam berbagai nash yang menjelaskan tugas khalifah untuk mengatur muamalat dan
urusan harta benda antara individu muslim (QS Al-Baqarah:188, QS An-Nisaa`:58),
mengumpulkan dan membagikan zakat (QS At-Taubah:103), menegakkan hudud (QS Al-Baqarah:179),
menjaga akhlaq (QS Al-Isra`:32), menjamin masyarakat dapat menegakkan
syiar-syiar Islam dan menjalankan berbagai ibadat (QS Al-Hajj:32), dan
seterusnya.
2.
Tugas khalifah
mengemban dakwah Islamiyah ke seluruh dunia dengan jihad fi sabilillah. Hal ini
nampak dalam banyak nash yang menjelaskan tugas khalifah untuk mempersiapkan
pasukan perang untuk berjihad (QS Al-Baqarah:216), menjaga tapal batas negara
(QS Al-Anfaal:60), memantapkan hubungan dengan berbagai negara menurut asas
yang dituntut oleh politik luar negeri, misalnya mengadakan berbagai perjanjian
perdagangan, perjanjian gencatan senjata, perjanjian bertetangga baik, dan
semisalnya (QS Al-Anfaal:61; QS Muhammad:35).
G.
Konsep Amanah
Amânah berasal dari kata a-mu-na – ya‘munu – amn[an] wa amânat[an] yang
artinya jujur atau dapat dipercaya. Kata kerja ini berakar dari huruf hamzah,
mim dan nun yang makna pokoknya adalah aman, tenteram dan hilangnya rasa takut.
Secara bahasa, amânah (amanah) dapat diartikan sesuatu yang dipercayakan atau
kepercayaan. Amanah juga berarti titipan (al-wadî‘ah). Amanah adalah lawan dari
khianat. Amanah terjadi di atas ketaatan, ibadah, al-wadî’ah (titipan), dan
ats-tsiqah (kepercayaan).
Al-Isfahani memaknai amanah dengan ketenteraman jiwa (tu’maninatun
al-nafs). Farid Wajdi menterjemahkan amanah dengan sukun al-qalb (ketenteraman
hati). Lawan dari kata amanah adalah khianat. Dari akar kata ini juga terbentuk
kata iman dan amin.
Orang yang beriman dipastikan akan memperoleh rasa aman dan tenteram. karena ia
akan merasa mendapatkan penjagaan dari Allah Swt. Sebaliknya orang yang
diselimuti dengan berbagai macam kegelisahan dan ketakutan, dipastikan sedang
mengalami krisis iman.
(QS. Al-ahzab ayat 72) :
“Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu Amat zalim dan Amat bodoh.”
(QS. An-nisa’ ayat 58)
:
“Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.”
Merujuk kepada ayat-ayat Al-Quran diatas, menurut pandangan penulis
pada hakikatnya kata amanah mengandung makna sebagai berikut:
Amanah dalam arti tanggungjawab personal manusia kepada Alloh
Alasan penolakan alam
(bumi, langit dan sebagainya) terhadap amanah (QS. Al-Ahzab: 72) adalah karena
mereka tidak memiliki potensi kebebasan seperti manusia. Padahal untuk
menjalankan amanah diperlukan kebebasan yang diiringi dengan tanggung jawab.
Oleh sebab itu, apapun yang dilakukan bumi, langit, gunung terhadap manusia,
walaupun sampai menimbulkan korban jiwa dan harta benda, tetap saja
"benda-benda alam" itu tidak dapat diminta pertanggungjawabannya oleh
Allah. Berbeda dengan manusia. Apapun yang dilakukannya tetap dituntut pertanggungjawaban.
Manusia adalah khalifah fi al-ardh, oleh karena itu manusia memiliki
beban (tugas) untuk memakmurkan bumi (wasta’marakum alardh). Sebuah tugas yang
maha berat, karena menuntut kesungguhan dan keseriusan kita dalam
menjalankannya.
Bahkan tugas ini jauh lebih berat dari melaksanakan ibadah. Secara
sederhana dapat dikatakan sebagai seorang muslim, hidup tidak sekedar
menjalankan ibadah mahdzoh saja, lalu kita merasa nyaman. Hidup sesungguhnya
adalah sebuah perjuangan untuk menegakkan kebaikan.
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Pengertian manusia menurut pandangan Islam, manusia
itu makhluk yang mulia dan terhormat di sisi-Nya, yang diciptakan Allah dalam
bentuk yang amat baik. Manusia diberi akal dan hati, sehingga dapat memahami
ilmu yang diturunkan Allah, berupa al-Quran menurut sunah rasul. Dengan ilmu
manusia mampu berbudaya. Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya
(at-Tiin : 95:4). Allah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk, sehingga
tidak ada satu makhlukpun yang lebih tinggi derajatnya dari manusia. Selayaknya
ilmu perakitan komputer, maka Allah telah merakit manusia dengan sistem
hardware dan software, lengkap, berkualitas tinggi dan multifungsi. Kesemua
perangkat ini bekerja secara sinergis dan dinamis agar manusia bisa menjalankan
fungsinya sebagai khalifah Allah di bumi.
Jadi dari semua pengertian di atas, kami bisa menyimpulkan dari setiap
konsep-konsep. konsep Basyar adalah makhluk yang sekedar ada (being).
Dalam hal ini artinya, manusia adalah makhluk statis, tidak mengalami
perubahan, berkaki dua yang berjalan tegak di muka bumi.Insan berarti manusia
dalam arti yang sebenarnya, konsepInsan adalah makhluk yang menjadi (becoming).
Ia terus-menerus maju menuju ke kesempurnaan Karakter “menjadi” yang lebih
diinginkan. Sedangkan naas adalah sebagai makhluk social dan
kebanyakan digambarkan sebagai kelompok manusia tertentu yang sering melakukan
mafsadah.
Khilafah menurut makna bahasa merupakan mashdar dari fi’il madhi
khalafa, berarti : menggantikan atau menempati tempatnya,orang yang datang
setelah orang lain lalu menggantikan tempatnya.
Amânah berasal dari kata a-mu-na – ya‘munu – amn[an] wa amânat[an] yang
artinya jujur atau dapat dipercaya. Kata kerja ini berakar dari huruf hamzah,
mim dan nun yang makna pokoknya adalah aman.
DAFTAR PUSTAKA
Dr.
Bucaille, Maurice. (1984). Asal-Usul Manusia Menurut Bibel, Al-Qur’an dan
Sains. Bandung: Penerbit Mizan.
Syueb,
Sudono. Buku Pintar Agama Islam. (2011). Percetakan Bushido Indonesia: Delta
Media
Prof. DR.
Daradjat, Zakiah. dkk. (1986). Dasar-dasar Agama Islam. Jakarta.
KATA PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang
menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Kami banyak berharap para pembaca yang budiman sudi
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah
ini dan dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga
makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman
pada umumnya.